STRATEGI
PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
Disusun
untuk memenuhi tugas Mata kuliah Strategi Pembelajaran
Pengampu
: Eko Prasetyo
Disusun
oleh :
Dede
Sri Rahayu A.220110057
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2012
BAB 1
Pendahuluan
Salah
satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya proses
pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, siswa kurang didorong untuk
mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di kelas di arahkan
kepada kemampuan untuk anak menghafal informasi.
Salah
satu strategi yang dapat digunakan untuk mengembangkan kualitas proses
pembelajaran adalah melalui strategi pembelajaran berbasis masalah. Strategi
ini dapat menjadi pilihan metodik bagi para guru.
Strategi
Pembelajaran Berbasis Masalah dikembangkan untuk membantu siswa dalam
mengembangkan kemampuan berpikir memecahkan masalah, dan keterampilan
intelektual. Duch, Allen, dan White (2005) mengungkapkan bahwa pembelajaran
berbasis masalah menyediakan kondisi untuk meningkatkan keterampilan berpikir
kritis dan analistis serta memecahkan masalah kompleks dalam kehidupan nyata
sehingga akan memunculkan “budaya berpikir” pada diri siswa. Salah satu
alternative untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa adalah dengan
menggalakkan pertanyaan – pertanyaan yang dapat memacu proses berpikir.
Dilihat
dari aspek psikologis belajar, strategi pembelajaran berbasis masalah
bersandarkan kepada psikologi kognitif yang bertolak dari asumsi bahwa belajar
adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman. Belajar bukan
semata – mata proses menghafal sejumlah fakta, tetapi suatu proses interaksi
secara sadar antara individu dengan lingkungannya. Melalui proses ini sedikit
demi sedikit siswa akan berkembang secara utuh. Artinya, perkembangan siswa
tidak hanya terjadi pada aspek kognitif , tetapi juga aspek afektif dan
psikomotor melalui penghayatan secara internal akan problema yang dihadapi.
Dilihat
dari aspek filosofis tentang fungsi sekolah sebagai arena atau wadah untuk
mempersiapkan anak didik agar dapat hidup di masyarakat, maka strategi
pembelajaran berbasis masalah merupakan strategi yang memungkinkan dan sangat
penting untuk dikembangkan. Hal ini karena pada kenyataannya setiap manusia
akan selalu dihadapkan kepada masalah. Dari mulai masalah yang sederhana sampai
kepada masalah yang kompleks, dari mulai masalah pribadi sampai kepada masalah
keluarga, masalah sosial kemasyarakatan, masalah Negara sampai kepada masalah
dunia. SPBM ini diharapkan dapat memberikan latihan dan kemampuan setiap
individu untuk dapat menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
Dilihat
dari konteks perbaikan kualitas pendidikan, maka strategi pembelajaran berbasis
masalah merupakan salah satu strategi pembelajaran yang dapat digunakan untuk
memperbaiki sistem pembelajaran. Kita menyadari selama ini kemampuan siswa
untuk dapat menyelesaikan masalah kurang diperhatikan oleh setiap guru.
Akibatnya, ketika siswa menghadapi masalah, walaupun masalah itu dianggap
sepele, banyak siswa yang tidak dapat meneyelesaikannya dengan baik. Tidak
sedikit akhirnya siswa yang mengambil jalan pintas, misalnya dengan menenggak
alcohol, mengonsumsi obat - obat terlarang, atau bahkan bunuh diri hanya gara –
gara ia tidak sanggup memecahkan masalah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah
Metode Pembelajaran Berbasis Masalah
Sejarah
Metode Pembelajaran Berbasis Masalah Pembelajaran Berbasis Masalah dirintis
dalam ilmu kesehatan di McMaster University di Kanada pada tahun 1960-an yang
diresmikan pada tahun 1968. (Neufeld & Barrows, 1974), karena siswa tidak
mampu menerapkan sejumlah besar mereka pengetahuan ilmiah dasar untuk situasi
klinis. Tak lama kemudian, tiga sekolah medis lain - University of Limburg di
Maastricht (Belanda), University of Newcastle (Australia), dan University of
New Mexico (Amerika) mengambil McMaster model pembelajaran berbasis masalah.
(diadopsi oleh lain program-program sekolah kedokteran (Barrows, 1996) dan juga
telah diadaptasi untuk instruksi sarjana (Boud dan Feletti, 1997; Duch et al,
2001. ; Amador et al, 2006)).
Landasan
Teoretik Model Pembelajaran Berbasis Masalah Temuan-temuan dari psikologi
kognitif menyediakan landasan teoretis untuk meningkatkan pengajaran secara
umum dan khsususnya problem based learning (PBL). Premis dasar dalam psikologi
kognitif adalah belajar merupakan proses konstruksi pengetahuan baru yang
berdasarkan pada pengetahuan terkini. Mengikuti Glaser (1991) secara umum
diasumsikan bahwa belajar adalah proses yang konstruktif dan bukan penerimaan.
Proses-proses kognitif yang disebut metakognisi mempengaruhi penggunaan
pengetahuan, dan faktor-faktor sosial dan kontektual mempengaruhi pembelajaran.
B. Pengertian
Metode Pembelajaran Berbasis Masalah
Menurut
Suherman model pembelajaran dimaksudkan sebagai pola interaksi siswa dengan
guru di dalam kelas yang menyangkut strategi, pendekatan, metode, dan teknik
pembelajaran yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di
kelas.
Konsep
yang dikemukakan Suherman menjelaskan bahwa model pembelajaran adalah suatu
bentuk bagaimana interaksi yang tercipta antara guru dan siswa berhubungan
dengan strategi, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran yang digunkan
dalam proses pembelajaran.
Gijselaers
pembelajaran berbasis masalah diturunkan dari teori bahwa belajar adalah proses
dimana pembelajar secara aktif mengkontruksi pengetahuan.
Konsep
ini menjelaskan bahwa belajar terjadi dari aksi siswa, dan pendidik hanya
berperan dalam memfasilitasi terjadinya aktivitas kontruksi pengetahuan oleh
pembelajar. Pendidik harus memusatkan perhatiannya untuk membantu siswa dalam
mencapai keterampilan self directed learning.
Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu model
pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui
tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang
berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk
memecahkan masalah. Muslimin Ibrahim dan Mohamad Nur mendefinisikan
pembelajaran berbasis masalah problem based learning sebagai:
Suatu
pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada pebelajar
(siswa/mahasiswa) dengan masalah-masalah praktis, berbentuk ill-structured,
atau open ended melalui stimulus dalam belajar.
Kemudian Nurhayati Abbas berpendapat
bahwa model pembelajaran berdasarkan masalah adalah:
Model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa
pada masalah autentik, sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri,
menumbuhkembangkan keterampilan yang lebih tinggi dan inquiri, memandirikan
siswa, dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri.
Lebih lanjut Nurhayati Abbas (2000:12)
mengemukakan bahwa :
Pendekatan pembelajaran ini mengutamakan proses belajar
dimana tugas guru harus memfokuskan diri untuk membantu siswa mencapai
keterampilan mengarahkan diri. Pembelajaran berdasarkan masalah penggunaannya
di dalam tingkat berpikir lebih tinggi, dalam situasi berorientasi pada
masalah, termasuk bagaimana belajar. Guru dalam model pembelajaran berdasarkan
masalah berperan sebagai penyaji masalah, penanya, mengadakan dialog, membantu
menemukan masalah, dan pemberi fasilitas penelitian. Selain itu guru menyiapkan
dukungan dan dorongan yang dapat meningkatkan pertumbuhan inquiri dan
intelektual siswa.
Pembelajaran berdasarkan masalah hanya
dapat terjadi jika guru dapat menciptakan lingkungan kelas yang terbuka dan
membimbing pertukaran gagasan. Pembelajaran berdasarkan masalah juga dapat
meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan aktivitas belajar siswa, baik secara
individual maupun secara kelompok. Di sini guru berperan sebagai pemberi
rangsangan, pembimbing kegiatan siswa, dan penentu arah belajar siswa.
Tampak jelas bahwa pembelajaran dengan
model pembelajaran berbasis masalah dimulai oleh adanya masalah (dapat
dimunculkan oleh siswa atau guru), kemudian siswa memperdalam pengetahuannya
tentang apa yang mereka telah ketahui dan apa yang mereka perlu ketahui untuk
memecahkan masalah tersebut. Siswa dapat memilih masalah yang dianggap menarik
untuk dipecahkan sehingga mereka terdorong berperan aktif dalam belajar. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran ini bercirikan penggunaan
masalah kehidupan nyata sebagai sesuatu yang harus dipelajari siswa untuk
melatih dan meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan menyelesaikan
masalah, serta mendapatkan pengetahuan konsep-konsep penting.
John Dewey (Muslimin Ibrahim dan
Mohamad Nur, 2002:16) menganjurkan guru untuk mendorong siswa terlibat dalam
proyek atas tugas berorientasi masalah dan membantu mereka menyelidiki
masalah-masalah intelektual. Lebih lanjut, Lev Vygotsky (Muslimin Ibrahim dan
Mohamad Nur, 2002:18) mengemukakan bahwa “perkembangan intelektual terjadi pada
saat individu berhadapan dengan pengalaman baru yang menantang dan ketika
mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang dimunculkan oleh pengalamannya
sendiri”. Dia juga menambahkan bahwa interaksi sosial dengan teman lain memacu
terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa.
Pembelajaran berbasis masalah tidak
dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada
siswa. Pembelajaran berbasis masalah antara lain bertujuan untuk membantu siswa
mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan pemecahan masalah (Ismail,
2002:2).
Dalam pembelajaran berbasis masalah,
perhatian pembelajaran tidak hanya pada perolehan pengetahuan deklaratif,
tetapi juga perolehan pengetahuan prosedural. Oleh karena itu penilaian tidak
cukup hanya dengan tes. Penilaian dan evaluasi yang sesuai dengan model
pembelajaran berbasis masalah adalah menilai pekerjaan yang dihasilkan oleh
siswa sebagai hasil penyelidikan mereka. Penilaian proses dapat digunakan untuk
menilai pekerjaan siswa tersebut, penilaian itu antara lain asesmen kenerja,
asesmen autentik dan portofolio. Penilaian proses bertujuan agar guru dapat
melihat bagaimana siswa merencanakan pemecahan masalah melihat bagaimana siswa
menunjukkan pengetahuan dan keterampilan. Karena kebanyakan problema dalam
kehidupan nyata bersifat dinamis sesuai perkembangan jaman dan
konteks/lingkungannya, maka perlu dikembangkan model pembelajaran yang
memungkinkan siswa secara aktif mengembangkan kemampuannya untuk belajar.
Dengan kemampuan atau kecakapan tersebut diharapkan siswa akan mudah
beradaptasi.
C. Tujuan
Metode Pembelajaran Berbasis Masalah
1. Menurut
Departemen Pendidikan Nasional (2003).
Pembelajaran
berbasis masalah membuat siswa menjadi pembelajar yang mandiri, artinya ketika
siswa belajar, maka siswa dapat memilih strategi belajar yang sesuai, terampil menggunakan
strategi tersebut untuk belajar dan mampu mengontrol proses belajarnya, serta
termotivasi untuk menyelesaikan belajarnya itu.
Dari pengertian ini, dikatakan bahwa tujuan utama pembelajaran berbasis masalah adalah untuk menggali daya kreativitas siswa dalam berpikir dan memotivasi siswa untuk terus belajar..
Dari pengertian ini, dikatakan bahwa tujuan utama pembelajaran berbasis masalah adalah untuk menggali daya kreativitas siswa dalam berpikir dan memotivasi siswa untuk terus belajar..
Dari
definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Pembelajaran berbasis masalah
(problem based learning) bertujuan untuk:
1. membantu siswa
mengembangkan ketrampilan berfikir dan ketrampilan pemecahan masalah,
2. belajar peranan orang dewasa yang otentik,
3. menjadi siswa yang mandiri,
4. untuk bergerak pada level pemahaman yang lebih umum, membuat kemungkinan transfers pengetahuan baru,
5. mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan kreatif
6. meningkatkan kemampuan memecahkan masalah
7. meningkatkan motivasi belajar siswa
8. membantu siswa belajar untuk mentransfer pengetahuan dengan situasi baru
D. Prinsip-Prinsip Metode Pembelajaran Berbasis Masalah
2. belajar peranan orang dewasa yang otentik,
3. menjadi siswa yang mandiri,
4. untuk bergerak pada level pemahaman yang lebih umum, membuat kemungkinan transfers pengetahuan baru,
5. mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan kreatif
6. meningkatkan kemampuan memecahkan masalah
7. meningkatkan motivasi belajar siswa
8. membantu siswa belajar untuk mentransfer pengetahuan dengan situasi baru
D. Prinsip-Prinsip Metode Pembelajaran Berbasis Masalah
Berdasarkan
pada pandangan psikologi kognitif terdapat tiga prinsip pembelajaran yang
berkaitan dengan PBL :
1. Belajar adalah proses konstruktif dan bukan
penerimaan.
Pembelajaran
tradisional didominasi oleh pandangan bahwa belajar adalah penuangan
pengetahuan ke kepala pebelajar. Kepala pebelajar dipandang sebagai kotak
kosong yang siap diisi melalui repetisi dan penerimaan. Pengajaran lebih
diarahkan untuk penyimpanan informasi oleh pebelajar pada memorinya seperti
menyimpan buku-buku di perpustakaan. Pemanggilan kembali informasi bergantung
pada kualitas nomer panggil(call number) yang digunakan dalam
mengklasifikasikan informasi. Namun, psikologi kognitif modern menyatakan bahwa
memori merupakan struktur asosiatif. Pengetahuan disusun dalam jaringan antar
konsep, mengacu pada jalinan semantik. Ketika belajar terjadi informasi baru
digandengkan pada jaringan informasi yang telah ada. Jalinan semantik tidak
hanya menyangkut bagaimana menyimpan informasi, tetapi juga bagaimana informasi
itu diinterpretasikan dan dipanggil.
2. Knowing About Knowing (metakognisi) Mempengaruhi Pembelajaran
Prinsip
kedua yang sangat penting adalah belajar adalah proses cepat, bila pebelajar
mengajukan keterampilan-keterampilan self monitoring, secara umum mengacu pada
metakognisi (Bruer, 1993 dalam Gijselaers, 1996). Metakognisi dipandang sebagai
elemen esensial keterampilan belajar seperti setting tujuan (what am I going to
do), strategi seleksi (how am I doing it?), dan evaluasi tujuan (did it work?).
Keberhasilan pemecahan masalah tidak hanya bergantung pada pemilikan
pengetahuan konten (body of knowledge), tetapi juga penggunaan metode pemecahan
masalah untuk mencapai tujuan. Secara khusus keterampilan metokognitif meliputi
kemampuan memonitor prilaku belajar diri sendiri, yakni menyadari bagaimana
suatu masalah dianalisis dan apakah hasil pemecahan masalah masuk akal?
3. Faktor-faktor Kontekstual dan Sosial Mempengaruhi Pembelajaran.
Prinsip
ketiga ini adalah tentang penggunaan pengetahuan. Mengarahkan pebelajar untuk
memiliki pengetahuan dan untuk mampu menerapkan proses pemecahan masalah
merupakan tujuan yang sangat ambisius. Pembelajaran biasanya dimulai dengan
penyampaian pengetahuan oleh pembelajar kepada pebelajar, kemudian disertai
dengan pemberian tugas-tugas berupa masalah untuk meningkatkan penggunaan
pengetahuan. Namun studi-studi menunjukkan bahwa pebelajar mengalami kesulitan
serius dalam menggunakan pengetahuan ilmiah (Bruning et al, 1995). Studi juga
menunjukkan bahwa pendidikantradisional tidak memfasilitasi peningkatan peman masalah-maslah
fisika walaupun secara formal diajarkan teori fisika ( misalnya, Clement,
1990).
Kriteria pemilihan bahan Pembelajaran Berbasis Masalah adalah :
1. Bahan pelajaran harus mengandung isu-isu yang mengandung konflik
2. Bahan yang dipilih adalah bahan yang bersifat familiar dengan siswa
3. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan dengan kepentingan orang banyak
4. Bahan yang dipilih adalah bahan yang mendukung tujuan atau kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa
5. Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa
Langkah- langkah model Pembelajaran Berdasarkan Masalah, yaitu :
1. Orientasi siswa kepada masalah
2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar
3. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Pelaksanaan Pembelajaran Bedasarkan Masalah adalah sebagai berikut:
A. Tugas Perencanaan.
1. Penetapan Tujuan.
2. Merancang situasi masalah yang sesuai.
3. Organisasi sumber daya dan rencana logistik.
B. Tugas interaktif
1. Orientasi siswa pada masalah.
2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar.
3. Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok.
4. Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah.
Arends (2004) menyatakan bahwa ada tiga hasil belajar (outcomes) yang diperoleh pelajar yang diajar dengan Pembelajaran Berbasis Masalah, yaitu:
1. Inkuiri dan ketrampilan melakukan pemecahan masalah.
2. Belajar model peraturan orang dewasa (adult role behaviors), dan
3. Ketrampilan belajar mandiri (skills for independent learning).
Kelebihan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam pemanfaatannya adalah sebagai berikut:
1.Mengembangkan
pemikiran kritis dan keterampilan kreatif dan mandiri
2. Meningkatkan motivasi dan kemampuan memecahkan masalah
3. Membantu siswa belajar untuk mentransfer pengetahuan dengan situasi baru
4. Dengan PBM akan terjadi pembelajaran bermakna.
5. Dalam situasi PBM, siswa/mahasiswa mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan.
6. PBM dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif siswa/mahasiswa dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.
Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam pemanfaatannya adalah sebagai berikut:
2. Meningkatkan motivasi dan kemampuan memecahkan masalah
3. Membantu siswa belajar untuk mentransfer pengetahuan dengan situasi baru
4. Dengan PBM akan terjadi pembelajaran bermakna.
5. Dalam situasi PBM, siswa/mahasiswa mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan.
6. PBM dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif siswa/mahasiswa dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.
Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam pemanfaatannya adalah sebagai berikut:
1.
Kurangnya waktu pembelajaran.
2.
Siswa tidak dapat benar-benar tahu apa
yang mungkin penting bagi mereka untuk belajar.
3.
Seorang guru sulit menjadi fasilitator
yang baik.
4.
Ketika siswa tidak memiliki minat dan
kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit dipecahkan mereka akan merasa
enggan untuk mencoba
5.
Keberhasilan pembelajaran melalui
problem solving membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.
6.
Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha
untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari mereka tidak akan belajar apa
yang mereka ingin pelajari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar